MENGENAL TARI REMO, BERASAL DARI JALANAN HINGGA KE MANCA DUNIA

Sumber Gambar: instagram.com/dinsoskotasurabaya
Siapa yang pernah menyangka, sebagai negara berkembang, Indonesia tidak hanya membangun negaranya sebagai negara teknologi. Negara kepulauan ini masih mempertahankan budaya dan kearifan lokalnya agar tetap eksis tumbuh dan berkembang. Salah satu yang menarik perhatian yaitu banyaknya ragam tarian tradisional yang tersebar di 17 ribuan gugus pulau yang ada di Indonesia.
Dalam publikasi Kompas, dari Sabang sampai merauke, Indonesia punya 13 ribuan suku dengan kepemilikan 3.000 tarian yang penuh keberagaman dan bentuk. Meski begitu, diantara ribuan tarian tersebut, beberapa diantaranya terancam punah. Maka segala bentuk langkah dan upaya dalam pelestarian budaya tari tradisional perlu diperjuangkan secara berkala.
Sebagai salah satu provinsi di Indonesia, Jawa Timur juga menawarkan beragam tarian khasnya selain Reog Ponorogo. Salah satu tarian terkenal asal Jawa Timur yaitu tari remo, tari yang asalnya dari Desa Ceweng, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Pencipta tarian ini adalah Cak Mo yang pernah menjadi Gemblak dalam sebuah grup reog di Ponorogo. Suatu ketika, dilansir dari laman Gramedia, Cak Mo mencari sumber pemasukan yang lain dengan modal kemampuan tari yang dimiliki. Dia lalu berkeliling dari desa ke desa dengan mengenakan pakaian ala Jathilan tanpa anyaman bambu dan menarikan tarian dengan iringan musik sepasang kenong yang ditabuh oleh istrinya.
Gaya tari ciptaan Cak Mo yang padu padankan banyak tarian ini, menarik perhatian banyak orang. Sehingga dia diajak untuk bergabung dengan tim kesenian Ludruk untuk menampilkan tarian pembuka, sebab tarian Cak Mo mirip seperti yang ada pada Reog Ponorogo, maka orang-orang pun lebih mengenalnya dengan tarian Reyoge Cak Mo atau kemudian disingkat menjadi Remo.
Hingga kini, tari ini masih bisa disaksikan oleh masyarakat secara luas. Tari ini biasanya sering muncul saat agenda resmi pemerintahan hingga pembuka berbagai acara di beberapa tempat. Tari ini pada akhirnya cepat populer di kalangan masyarakat, selain karena tarian ini mudah untuk dipelajari oleh segala umur, tari remo bisa dimainkan oleh wanita maupun laki-laki. Bahkan untuk menampilkan tarian ini, bisa dilakukan secara individu hingga berkelompok
Dari beberapa literasi, tari ini berkembang di beberapa daerah di Jawa Timur, seperti Surabaya, Mojokerto, dan Jombang. Karena perkembangan ini, terjadi akulturasi budaya sehingga muncul berbagai versi tari Remo di Jawa Timur seperti tari Remo Sawunggaling, Surabayan, dan Malangan. Perbedaan itu tidak hanya sekadar bentuk tariannya saja, tetapi juga kostum dan properti yang digunakan bervariasi.
Dilansir dari laman Katadata, meski kostum dan properti yang digunakan cukup bervariasi, ada properti yang menjadi ciri khas dan seolah wajib ada di setiap pertunjukan tari Remo. Secara umum, ada beberapa jenis busana tari Remo, yakni: Surabayan, gaya Sawunggaling, Malangan, Jombangan dan Remo Putri. Kelima jenis busana tari Remo itu terbilang identik dan hanya ada beberapa hal kecil atau detail yang membedakan.
Pada gaya Surabayan, penari menggunakan ikat kepala merah, baju hitam tanpa kancing bergaya kerajaan abad ke-18, celana tanggung dengan kait jarum emas, sarung batik Pesisiran, setagen untuk mengikat pinggang, serta keris yang rapi terselip di belakang. Penari membawa dua selendang, yang masing-masing dipakai di pinggang dan tersemat di bahu. Kedua tangan penari memegang ujung selendang, serta gelang berlonceng, yang dipakai di pergelangan kaki.
Serupa dengan gaya Surabayan, pada gaya Sawunggaling pun tak jauh berbeda. Perbedaan hanya ditemukan pada pakaian putih lengan panjang, menggantikan pakaian hitam bergaya kerajaan. Pada gaya Malangan, perbedaan ada pada celana, yaitu mengenakan celana panjang semata kaki tanpa kaitan jarum. Sementara pada gaya Jombangan penari menggunakan rompi, menggantikan kaus putih yang dipakai di gaya Sawunggaling.
Berbeda dengan tari Remo yang dibawakan oleh pria, tari Remo Putri mempunyai busana yang berbeda. Pada tari Remo Putri, penari menggunakan sanggul, dengan mekak hitam yang menutupi bagian dada, memakai rapak yang menutup bagian pinggang hingga ke lutut dan hanya membawa sebuah selendang yang tersemat di bahu penari.
Pada dua tahun lalu, sebanyak 65.945 Pelajar Pecahkan Rekor MURI Tari Remo Massal di Surabaya. Para penari ini tampil di 10 titik lokasi seperti Jembatan Surabaya, Balai Pemuda, Balai Kota, Taman Bungkul, Taman Apsari dan beberapa lokasi lain. Dengan hadirnya rekor ini, membuktikan jika pelestarian terhadap tarian ini berjalan cukup masif, terlebih pemecah rekor adalah pelajar di kota besar seperti Surabaya. Setidaknya harapan tarian ini untuk dilanjutkan terlihat menjanjikan.
Di Surabaya, terdapat Festival Remo Yosakoi yang merupakan acara tahunan. Kegiatan ini menjadi agenda rutin antara Surabaya dengan Kochi Jepang, dimana kedua kota ini menjadi sister city. Ada pertukaran budaya dan seni ketika festival ini berlangsung, Surabaya menampilkan remo sedangkan Kochi menampilkan tarian Yosakoi. Setiap perwakilan kota yang hadir saling belajar budaya dan tarian dari masing-masing penari. Ini menjadi menarik melihat remo tidak hanya dikenal di lingkup lokal saja tetapi juga sudah dikenal dunia, meski tarian ini berasal dari tarian jalanan ciptaan penari asal Jombang. (tito).
Sumber Gambar: (dokumentasi pribadi)